Jakarta - Desakan agar Pemerintah melakukan intervensi terhadap PSSI mulai disuarakan sejumlah pihak. Sanksi dari FIFA bisa dianggap sebagai langkah mundur untuk kemudian maju lebih jauh.
Harapan untuk melihat perubahan di PSSI praktis telah lenyap saat hanya ada dua nama yang lolos sebagai calon Ketua Umum PSSI tahun 2011-2015. Dua calon itu adalah Ketum PSSI saat ini, Nurdin Halid, dan wakilnya, Nirwan Bakrie.
Meski keputusan itu belum final, harapan bahwa akan terjadi perubahan mendasar di PSSI sudah telanjur punah. Pegiat Save Our Soccer (SOS) Apung Widadi mengharapkan ada intervensi terukur dari Pemerintah terhadap keputusan Komite Pemilihan yang cuma meloloskan Nurdin dan Nirwan.
"Masalah sepakbola bukan hanya masalah orang bola, klub, dan suporter, tapi harus perhatian Pemerintah. Bukan cuma Menpora, tapi juga Presiden," cetus Apung saat berbincang dengan detikSport, Senin (21/2/2011).
"Presiden boleh saja memanggil tim seleksi, bahkan memeriksa tim seleksi karena ada kecurigaan terjadi rekayasa. Intervensi yang terukur ini diperlukan untukl menyelamatkan sepakbola Indonesia," imbuh Apung.
Namun bila intervensi terukur tersebut tidak membawa perbaikan dan Nurdin terpilih kembali sebagai Ketum PSSI 2011-2015, Apung mendesak agar Pemerintah melakukan tindakan luar biasa.
"Misal Nurdin terpilih kembali, intervensi harus dilakukan. Bentuk-bentuknya mungkin saja kongres ulang. Cuma memang sebenarnya di Indonesia tidak ada yang bisa menghentikan rezim PSSI. Intervensi Pemerintah boleh saja, bukan hal yang haram," kata Apung yang juga peneliti di Indonesia Corruption Watch (ICW) itu,
Desakan kepada Pemerintah untuk mengintervensi PSSI juga dilontarkan oleh Ian Kurniawan, pengurus Asosiasi Suporter Indonesia (ASI). Hanya saja, ASI juga berniat untuk turun ke jalan sebelum benar-benar mendesak Pemerintah bertindak.
"Langkah pertama kita turun ke jalan, mencari simpati masyarakat dan memberikan pencerahan kepada masyarakat. Masyarakat awam kan bertanya-tanya, kenapa seorang Jendral tidak lolos dan kalah sama mantan napi," ujar Ian.
"Bukannya kami mendukung Jendral (George Toisutta), tapi kami ingin memberi pencerahan kepada masyarakat soal Statuta FIFA, Electoral Code FIFA dan Statuta PSSI," tukas Ian yang tinggal di Cirebon.
Ian juga berharap agar keputusan Komite Pemilihan Exco, Wakil Ketua Umum dan Ketua Umum PSSI 2011-2015 bisa diubah di Komisi Banding. Tetapi bila tidak, maka intervensi Pemerintah jadi hal tidak terhindarkan.
"Kita lagi menunggu hasil Komisi Banding yang digembar-gemborkan netral dan tidak berpihak. Tapi kalau tidak ada tindak lanjut dan tidak ada perkembangan berarti, kita mendesak Pemerintah membekukan PSSI," kata Ian.
Baik Apung maupun Ian mengaku tidak keberatan apabila akibat intervensi Pemerintah maka Indonesia akan dikenai sanksi FIFA berupa larangan bertanding di ajang internasional selama dua tahun ke depan.
"Setelah Piala Dunia 2010, pengurus sepakbola di Nigeria jadi tersangka korupsi, Pemerintah intervensi. FIFA kemudian memberi sanksi satu tahun," tutur Apung.
"Indonesia belum lolos Piala Dunia, Piala AFF juga diduga pertandingannya dijual. Intervensi tidak apa-apa. Yang bisa menghentikan PSSI kalau tidak suporter bergerak serempak, ya Pemerintah," ujar Apung.
"Saya asumsikan begini, meneruskan PSSI sekarang, mundur 10 tahn ke belakang. Kalau kita dibekukan FIFA, cuma mundur dua tahun. Semua ada risikonya, ada dampak negatif dan positifnya. Kita mencari yang dampak negatifnya paling kecil," tambah Ian dalam kesempatan terpisah.
Label: Sepak Bola
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar